Pergeseran Paradigma Komunikasi di Era Normal Baru
PRINDONESIA.CO | Kamis, 23/07/2020 | 1.398
Pergeseran Paradigma Komunikasi di Era Normal Baru
Image sebuah brand sesuai persepsi masing-masing individu
Dok. Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Saat ini kita sedang berhadapan dengan false consciousness (kesadaran palsu). Kondisi di mana realitas merupakan sesuatu yang objektif dan ada dalam persepsi seseorang atau subjektif. Begitulah kata Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Dani Vardiansyah saat menjadi pembicra di diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Universitas Esa Unggul bertema “Reorientasi Paradigma Public Relations Pasca Pandemi Covid-19”, Senin (15/6/2020).

Contoh, ketika membeli kopi di Starbucks, sebenarnya yang kita beli bukan harga kopinya, tapi merek/image. “Image inilah yang membangun hyper reality,” ujar Dani. “Image menjadi sangat penting di mata publik. Kondisi ini jauh berbeda saat era objektivisme,” imbuhnya.  

Di era pandemi, image dapat dibangun lewat digital, salah satunya melalui media sosial. Namun, agar dapat bertahan lama  perlu didukung dengan sikap humanis. “Di era subjektivisme, PR harus lebih berfokus pada humanisme. Komunikasi tidak terlepas dari nilai, etika dan moral,” katanya.

Selain itu, PR juga harus mampu menjadi aktivis, penggagas dan agen transformasi. Tujuan berkomunikasi pun berubah. Yakni, untuk rekonstruksi sosial, transformasi, membangun emansipasi, dan pemberdayaan sosial.

Hadapi dan Adaptasi

Untuk memengaruhi dan mengontrol pikiran publik, Dani melanjutkan, PR harus memerhatikan beberapa hal. Antara lain, context, crisis, climate, complexity, communicator/corporate, communicant/consumer, channels, convergency, collaboration, content, creativity, critical thinking, complex problem solving, cognitive flexibility, convenient, cost, care, dan commitment/consistency.

Langkah utama adalah hadapi realita pandemi dan segala perubahan yang perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya adaptasi. Seperti, bekerja dari rumah, rajin mencuci tangan, pakai masker dan menjaga jarak. 

CEO CPROCOM Emilia Bassar memberi contoh beberapa perusahaan global yang menunjukkan sisi humanisnya. Salah satunya Facebook. Layanan jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg ini membuat kebijakan selama 5 – 10 tahun ke depan, 50 persen pegawainya dapat bekerja dari rumah.

Bahkan, Twitter mengizinkan pegawai untuk bekerja dari rumah selamanya apabila karyawan tersebut menginginkannya. Langkah yang dilakukan oleh Facebook dan Twitter adalah wujud dari komitmen perusahaan melindungi karyawannya dan kontribusi untuk memutus penyebaran virus. Pesan komunikasi yang disampaikan pun berubah menjadi lebih mengedepankan kolaborasi ketimbang individual. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI