Komunikasi Krisis Covid-19
PRINDONESIA.CO | Rabu, 20/05/2020 | 1.071
Komunikasi Krisis Covid-19
Yang paling utama dalam masa krisis adalah fakta
Dok. Istimewa

Oleh : Noke Kiroyan, Chairman & Chief Consultant Kiroyan Partners

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Namun saat ini, seluruh umat manusia kembali berada di tengah ancaman dahsyat, yakni pandemi Coronavirus Disease (Covid-19). Sekalipun skalanya sangat besar, prinsip-prinsip komunikasi dalam krisis tetap berlaku, bahkan menjadi semakin penting.

Saat krisis yang dahsyat ini, saya tertarik pada salah satu semboyan stasiun televisi internasional CNN yang menonjolkan moto, “In times of crisis, facts matter most” (yang paling utama dalam masa krisis adalah fakta). Saat menghadapi situasi gawat tentunya kita ingin mengetahui fakta yang dihadapi agar dapat memahami dampak sebenarnya dan mempersiapkan diri, kemudian bersama-sama berupaya menghadapi.

Perbedaan antara fakta satu dengan yang lain dalam situasi seperti ini kadang justru membuat rancu. Saya ingin merujuk kepada dua angka yang sekilas menunjukkan perbedaan, yaitu jumlah korban Covid-19 menurut instansi pemerintah yang berbeda. Angka resmi kematian di seluruh Indonesia karena Covid-19 sejak 2 Maret hingga 2 April 2020 adalah 170 orang. Sementara angka pemakaman  yang memakai prosedur tetap (Protap) Covid-19 di DKI Jakarta adalah 401 kasus (data Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta). Dua angka yang jauh berbeda dan saya yakin keduanya adalah fakta yang dikeluarkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang dan kompeten.

Lantas, angka mana yang patut dipercaya? Kembali, saya kira keduanya dapat dipercaya, tetapi ada mata rantai yang hilang. Hal ini dapat menimbulkan keraguan. Jika dibiarkan bisa menyebabkan apati dan kecurigaan adanya fakta yang ditutupi.

Angka resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI yang bersumber dari Kementerian Kesehatan. Angka tersebut adalah jumlah orang yang meninggal setelah dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes oleh instansi berwenang. Kita maklumi bersama bahwa tes tersebut memakan waktu. Tesnya sekitar seminggu. Banyak orang yang keburu meninggal sebelum selesai menjalani tes.

Perlu Standar

Pemahaman saya adalah bahwa angka dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta merujuk pada semua orang yang dimakamkan menurut Protap Covid-19. Protap dijalankan karena orang yang meninggal tersebut diduga terpapar Covid-19, dengan atau tanpa tes Covid-19. Situasi serupa saya duga terjadi di seluruh Indonesia, sehingga mereka yang dimakamkan dengan Protap Covid-19 akan beberapa kali lipat dari angka mereka yang positif terjangkit.

Mungkin akan memberikan gambaran yang lebih tepat kalau data pemerintah pusat juga menyebutkan angka mereka yang diduga terpapar Covid-19, namun belum sempat dites. Angka pemerintah daerah juga menyebutkan berapa di antara mereka yang dimakamkan menurut Protap Covid-19 sudah positif terindikasi terjangkit penyakit ini.

Dengan demikian, perdebatan yang makin menambah kerancuan dapat dikurangi. Media luar negeri banyak yang mempertanyakan ketepatan data yang dikeluarkan Pemerintah RI. Saya kira sumber kebingungannya adalah yang saya sampaikan di atas. Kedua-duanya fakta, namun fakta satu berbeda dari fakta lainnya.

Di dunia modern sangat mutlak diperlukan adanya standar, sehingga penilaian lebih tepat dan obyektif. Contoh yang paling gamblang adalah tentang ukuran panjang. Dengan memakai standar metrik, ada tolok ukur yang pasti dan jelas dibandingkan misalnya ukuran satu telapak tangan atau panjang langkah, yang berbeda antara manusia satu dengan lainnya. Tanpa standar, kehidupan modern tidak dapat dibayangkan. Demikian juga dalam menghadapi krisis Covid-19, perlu ada standar dalam menilai dan memberitakan perkembangannya secara konsisten sehingga tidak memberikan peluang timbulnya kecurigaan dan hoaks.

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI