Komunikasi dalam Krisis dan Keberlangsungan Usaha
PRINDONESIA.CO | Minggu, 26/05/2019 | 3.169
Komunikasi dalam Krisis dan Keberlangsungan Usaha
Noke Kiroyan, Presiden Komisaris Kiroyan Partners
Dok. PR Indonesia

Oleh Noke Kiroyan, Presiden Komisaris Kiroyan Partners

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Isu dapat dipantau perkembangannya melalui media monitoring sebelum krisis terjadi. Sementara risiko dapat terjadi tiba-tiba. Dalam skala yang lebih besar adalah bencana alam. Penanganannya lintas sektor dan tugas utama penanggulangan berada di pundak pemerintah. Dunia usaha juga perlu siaga dengan langkah mitigasi. Ketidaksiapan korporasi terhadap bencana alam akan memperparah dampak krisis.


Baik isu, risiko maupun bencana adalah faktor-faktor yang harus diperhitungkan perusahaan. Perusahaan perlu merancang langkah-langkah mitigasi dan komunikasi dengan para stakeholder. Langkah-langkah mitigasi dituangkan dalam Standard Operating Procedures (SOP). 

SOP di bidang komunikasi mencakup komunikasi dalam situasi krisis (crisis communications) dan siapa yang berwenang menjadi spokesperson (juru bicara) perusahaan. Penunjukan juru bicara harus dijabarkan secara jelas dan tidak dapat disalah artikan. Berikut contoh petikan SOP perusahaan tambang yang pernah saya pimpin:

 

1. Yang berwenang menyampaikan komentar, pernyataan, atau keterangan kepada umum atau media atas nama perusahaan hanyalah direktur utama dan general manager urusan eksternal, dan dalam hal keduanya berhalangan, wewenang berada pada general manager urusan SDM.

2. Karyawan yang diminta media untuk memberikan komentar atau membahas kebijakan, prosedur, operasi perusahaan atau masalah lain terkait kepegawaian harus menyilakan penanya menemui general manager yang akan mempertemukan yang bersangkutan dengan pejabat berwenang sesuai ketentuan (1).

3. Karyawan yang tidak berwenang memberikan keterangan kepada media harus memberitahu mereka agar menemui atasannya yang akan mempertemukan dengan juru bicara yang berwenang memberikan keterangan kepada media. Keterangan lengkap tentang wartawan bersangkutan, media yang diwakili, nomor telepon, dan tenggat waktu harus didapatkan dari wartawan tersebut sebelumnya.

Dari contoh petikan SOP di atas jelas bahwa semua karyawan harus memiliki pemahaman yang sama. Pemahaman yang dibentuk melalui kegiatan komunikasi internal. Semua general manager, termasuk yang tidak memiliki wewenang sebagai juru bicara harus menjalani pelatihan penanganan media (media handling training).


Di era media sosial ada keahlian tambahan yang harus dimiliki praktisi PR. Dalam buku Timothy Coombs berjudul Ongoing Crisis Communication – Planning, Managing and Responding, ia mengatakan, saat ini banyak perusahaan di Amerika Serikat menciptakan jabatan social media manager. Mereka bertugas menyelenggarakan dan mengawasi strategi media sosial perusahaan.


Termasuk, mengidentifikasi ancaman dan peluang yang muncul di media sosial. Persyaratan yang dimiliki social media manager tidak hanya teknis, tapi juga pemahaman tentang kegiatan komunikasi dan marketing. Pembahasan tentang krisis, tidak lengkap rasanya tanpa mengulas tentang kebelangsungan usaha (business continuity). Dalam kaitan ini saya mengutip buku Timothy Coombs The Handbook of Crisis Communication. Ia mengatakan, keberlangsungan usaha mengupayakan operasi tetap berjalan, seluruhnya atau sebagian, pada saat terjadi bencana atau krisis. Keberlangsungan usaha sangat erat dengan manajemen krisis. Setiap perusahan perlu memiliki Rencana Keberlangsungan Usaha (Business Continuity Plan) dan tim yang berkoordinasi dengan tim crisis management. Ketika bencana atau krisis terjadi, pimpinan perusahaan bersalah apabila tidak mempersiapkan diri dan segenap jajarannya terhadap segala kemungkinan yang bisa terjadi.

 

Selengkapnya baca PR INDONESIA versi cetak dan SCOOP edisi 49/April 2019. Hubungi Sekhudin: 0811-939-027, [email protected]

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI