Pentingnya Etika Humas dalam Menjaga Keaslian Konten AI
PRINDONESIA.CO | Jumat, 26/04/2024
Pentingnya Etika Humas dalam Menjaga Keaslian Konten AI
Diskusi panel 1 bertajuk “AI dan Masa Depan Komunikasi Publik” dalam acara Road to WPRF 2024 di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Youtube Katadata Indonesia

JAKARTA,PRINDONESIA.CO – Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang digadang-gadang dapat mempermudah pekerjaan humas, masih menyisakan pekerjaan rumah dalam perkembangannya. Utamanya mengenai autentisitas atau keaslian konten. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong, berdasarkan pengalamannya Januari lalu.

Usman menceritakan, naskah siaran pers yang kala itu ia buat dengan bantuan AI, tampak sempurna dari segi kemasan maupun substansi. Namun, setelah ditelusuri lebih jauh, siaran pers tersebut terbentur persoalan hak cipta, karena dibuat AI dengan menyadur pidato Presiden Barack Obama. “Jadi kita tidak bisa menelan mentah-mentah tenologi AI karena persoalan copyright,” ujarnya dalam acara Road to WPRF 2024 di Jakarta, Selasa (23/4/2024).

Senada dengan Usman, Guru Besar Unika Atma Jaya Prof. Dorien Kartikawangi menjelaskan, humas memang harus senantiasa bertanggung jawab terhadap setiap kegiatannya. Menurutnya, mengawasi dan menelusuri lebih lanjut konten bikinan AI merupakan bentuk tanggung jawab. Selain untuk menghindari sanksi hak cipta, juga untuk memastikan validitas informasi.  “Kita tidak bisa percaya 100 persen kepada AI, karena di banyak kasus AI justru memberikan informasi menyesatkan,” tegas perempuan yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Perhumas.

Etika Humas

Tanggung jawab yang dimaksud Prof. Dorien mengarah kepada etika yang seyogianya diterapkan praktisi humas dalam setiap aktivitasnya. Meski dalam konteks AI memang belum ada regulasi khusus yang mengatur praktik kehumasan, menurut Prof. Dorien, humas hanya perlu bersetia kepada etika dasar.

Adapun etika dasar tersebut meliputi kejujuran, kredibilitas, juga transparansi informasi. Prof. Dorien menegaskan, penerapan etika tersebut seharusnya tidak membatasi pemanfaatan AI, tetapi menjaga langkah praktisi humas. “Boleh automatisasi, boleh mempersingkat waktu, tetapi harus di-crosscheck dengan data-data kredibel yang telah dimiliki,” pungkasnya. (aza)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI