Arif Mujahidin, Danone Indonesia: Loyalitas PR kepada Perusahaan dan Profesi (Bag. 4)
PRINDONESIA.CO | Rabu, 13/12/2017 | 1.558
Arif Mujahidin, Danone Indonesia: Loyalitas PR kepada Perusahaan dan Profesi (Bag. 4)
Corcomm harus bisa menjalankan fungsi mitigasi dan menjembatani komunikasi antara pihak internal dengan pihak eksternal.
Hendra/PR Indonesia

Arif Mujahidin - Communications Director Danone Indonesia 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Malang melintang di berbagai sektor industri dan perusahaan multinasional membuat ayah dari dua anak ini memiliki banyak pengalaman dari seni membangun relasi, suka duka mengatasi krisis, hoaks, sampai dinamika PR di industri FMCG. Kepada Ratna Kartika, Ricky Iskandar dan Yoko Hidayat dari PR INDONESIA, Arif berbagi kisah. Berikut ini petikannya. 

 

Perusahaan yang bergerak di industri FMCG identik rentan isu. Bagaimana Danone menyikapinya?

Benar. Kami ini pelaku industri FMCG yang variasi produknya banyak, jumlahnya massal, dan konsumennya besar. Setiap hari mungkin ada jutaan orang yang mengonsumsi produk kita. Rantai proses produksi dari hulu ke hilirnya juga panjang, sementara kami tidak mungkin menjaga semua. Apakah setelah produk keluar dari pabrik, perusahaan lepas tangan? Tentu tidak. Untuk itu, ada yang namanya layanan purnajual —di AQUA namanya AQUA Menyapa, Sarihusada dan Nutricia membuka Careline. Ketika ada pertanyaan yang tidak biasa, kita segera follow-up. Apalagi kalau sudah menyentuh masalah kesehatan.

Ketika itu menjadi perhatian, kami langsung membuat tim kecil. Di dalamnya ada tim PR, di-back-up oleh tim quality control—tergantung isunya. Tim QC melakukan penelusuran, sementara kami melakukan pendekatan personal kepada orang yang menyampaikan keluhan untuk mengetahui duduk perkaranya. Bisa jadi ada kesalahpahaman atau ketidaktahuan dari yang bersangkutan. Saat itulah kesempatan kami melakukan edukasi.

Yang pasti, minta maaf, beri penjelasan, jangan buang badan. It’s easy to misunderstand than understand. Kalau di PR, untuk understand lebih baik building bridges daripada building walls. Bahkan, ada kalanya krisis justru membuka peluang edukasi. Seperti ketika yang tadinya kita pikir krisis, malah jadi peluang mengedukasi publik agar setelah menggunakan AQUA, tutup galonnya digunting untuk meminimalisasi pemalsuan.

 

Sebagai perusahaan multinasonal pasti memiliki SOP saat menghadapi krisis. Seperti apa?

Ada. Kami punya yang namanya communication guidelines—siapa yang boleh bicara keluar ketika terjadi krisis. Kalau masalahnya lintas negara, Danone pusat yang akan bicara,  sementara kami di Indonesia hanya sebagai penyuplai informasi.

Jadi, yang kami lakukan: mapping issue, apa risikonya, bagaimana mengantisipasinya, bagaimana persiapannya? Sehingga, siapa pun yang bicara, yang penting jawabannya konsisten.  Jika muncul isu yang tidak ada dalam daftar isu yang sudah kita petakan, jangan diabaikan, tapi juga jangan ke-GR-an (gede rasa) sehingga berlebihan ketika merespons yang tidak perlu.

 

Sebagai praktisi PR yang berpengalaman berhadapan dengan krisis, langkah do’s and dont’s seperti apa yang harus dilakukan ketika itu?

Perusahaan harus memiliki protokol standar perusahaan dalam menghadapi krisis. Ada tim yang telah ditunjuk khusus ketika perusahaan menghadapi krisis. Sebagai bagian dari tim manajemen krisis, corcomm harus bisa menjalankan fungsi mitigasi dan menjembatani komunikasi antara pihak internal dengan pihak eksternal.

Yang paling penting saat menghadapi krisis, bersikaplah tenang. Sebab kalau panik, keputusan yang diambil bisa salah. Nalarnya tetap dijaga, tapi tanggung jawabnya juga dikedepankan. Datangi orangnya.

Lainnya tak kalah penting, kecepatan dalam mencari tahu akar masalah dan menerapkan strategi komunikasi yang tepat, baik sasaran maupun saluran komunikasi yang digunakan. (rtn)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI