Meraih Simpati “Riba Amnesty”  
PRINDONESIA.CO | Minggu, 02/10/2016 | 1.597
Meraih Simpati “Riba Amnesty”  

BNI Syariah memang bukan bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank persepsi untuk tax amnesty. Namun, anak usaha BNI yang baru saja menginjak usia keenam ini tak memungkiri, program itu sedikit banyak akan memengaruhi industri perbankan syariah.

“Dengan semakin banyaknya dana segar yang masuk ke tanah air diharapkan semakin menggairahkan pasar modal Indonesia, termasuk membuka peluang bagi bank-bank syariah seperti BNI Syariah melakukan IPO (Initial Public Offering),” kata Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono saat memaparkan hasil kinerja triwulan kedua 2016 di hadapan sejumlah jurnalis di Jakarta, Kamis (28/7/2016).

Di samping itu, dia berharap masuknya dana tax amnesty (pengampunan pajak) ini diikuti oleh kesadaran riba amnesty (pengampunan riba). Sehingga, yang diampunkan tidak hanya pajaknya, tapi juga ribanya dengan mengikuti sistem syariah. “Mohon ampunnya lahir batin. Lahirnya terlepas dari pidana pajak, batinnya terbebas dari hukuman akhirat,” imbuh pria yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Bisnis BNI Syariah ini seraya tersenyum.

Gerakan Moral

Imam tak menampik riba amnesty memang tidak ada kaitannya dengan penerimaan negara, tapi juga bukan dalam rangka berambisi memacu pertumbuhan industri perbankan syariah. “Ini soal gerakan moral,” kata pria kelahiran Jakarta, 47 tahun lalu itu,  tegas. 

Ajakan menjalankan riba amnesty ini awalnya dilakukan BNI Syariah melalui pendekatan secara personal setiap ada kesempatan. Belakangan, suara-suara itu mulai ramai menjadi viral di media sosial disertai satu pesan kunci. Jika tax amnesty memiliki slogan “Ungkap, Tebus, Lega”, maka riba amnesty membawa jargon, “Hijrah, Tawakal, Berkah”. “Pasrahkan—yang biasanya dapat bunga fix, sekarang naik turun (tawakal), sebab yang jamin Allah (berkah),” ujar Imam seraya menantang para jurnalis untuk ikut mengangkat isu riba amnesty.

Ketika gerakan sudah dilakukan secara terbuka, perbankan syariah tak terkecuali BNI Syariah, tentu dituntut siap memenuhi segala produk yang dibutuhkan nasabah yang selama ini mampu dilayani  oleh bank konvensional. Menanggapi hal tersebut, Imam merespons singkat, “Tidak semua.”

Hal ini dikarenakan semua jasa dan produk yang dilayani bank syariah harus memenuhi kaidah syariah. “Kemungkinannya ada dua, perbankan syariah tidak bisa menyediakan produk tersebut karena tidak sesuai syar’i. Atau, sesuai syar’i tapi perbankan syariah belum bisa menyediakan, misalnya, karena masih menunggu fatwa MUI,” papar pria yang meraih gelar doktor di bidang Manajemen Bisnis IPB tahun 2011.

Kalau sudah begitu, ia menganjurkan untuk mulai dari yang paling mudah, diri sendiri, dan sekarang seperti penyaluran gaji pegawai, belanja ATK, dan lain-lain. “Sementara transaksi yang belum memungkinkan dilakukan secara syar’i dianggap sebagai kondisi darurat,” kata Imam. (rtn)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI