">
Ani Natalia Pinem: "Berinovasilah agar Humas Makin Penting" (Bag. 2)
PRINDONESIA.CO | Sabtu, 14/10/2017 | 4.421
Ani Natalia Pinem:
Komunikasi tak berjarak.
Roni/PR Indonesia

 

Ani Natalia Pinem - Insan PR INDONESIA 2017

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kepada Ratna Kartika dari PR INDONESIA yang menemuinya di ruang P2Humas DJP, Jakarta, Selasa (5/9/2017), Kakak Ani—begitu ia nyaman disapa—yang baru saja dinobatkan sebagai Insan PR INDONESIA 2017 mengungkapkan rasa cintanya terhadap profesi PR, berikut tantangan dan harapannya sebagai humas pemerintah. Termasuk, bekal yang akan ia wariskan kepada para juniornya di humas pajak.  

 

Seperti apa latar belakang karier Anda?

My additional background actually has nothing to do with PR. Saya lulus STAN, Jurusan Pajak, tahun 1995. Saya melanjutkan studi S2 ke Yohohama, Jepang, hingga meraih gelar master of economy tahun 2004. Pulang ke tanah air, saya ditempatkan di Direktorat Penyuluhan. Tahun 2007, DJP membentuk Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas. Saya termasuk salah satu peserta yang mendapat pelatihan dan studi banding tentang kepiaran.

Dari situ saya seperti menemukan tambatan hati. I’m in love with this job. Saya memang tipe people person, senang menjalin hubungan baik dengan orang lain. Saking tertariknya, saya sampai mengambil kelas Interstudi PR selama tiga bulan.

Tahun 2013, saya dipromosikan sebagai Kabid P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat. Belum genap dua tahun, saya diminta kembali ke kantor pusat untuk menjadi Kasubdit Humas DJP, hingga saat ini.

 

Adakah pengalaman hidup yang membentuk karakter Anda menjadi people person?

Ada. Setiap pulang sekolah, saya selalu membantu Ibu saya berjualan jeruk di pasar Pondok Gede, Jakarta. Aktivitas itu rutin saya lakukan sejak SD sampai SMA. Setiap hari, dagangan saya selalu habis sampai pedagang sesama penjual jeruk lain heran. Padahal jualannya sama, harganya juga.

Kuncinya, jujur dan full service. Saya pastikan jeruk yang dijual rasanya manis, saya pisahkan jeruk yang busuk, dan saya bantu membawakan sampai ke mobil pembeli. Ternyata orang lain melihat saya konsisten. Konsistensi ini yang melahirkan word of mouth.

Jadi kalau mengenang, perjalanan hidup saya seperti sudah dipersiapkan sama Tuhan. “Kamu nanti bakal jualan barang yang orang lain enggak suka (pajak).” Ha-ha. Benar, kan? Pajak kan ibarat barang yang tidak disukai banyak orang, tapi jadi penopang ekonomi negara.

 

Apa saja pengalaman menarik selama menjadi Kasubdit P2Humas DJP?

Banyak. Begitu menjabat sebagai kasubdit banyak hal extraordinary terjadi. Saya dituntut jadi pembelajar cepat. Mulai dari kantor kebakaran, untuk kali pertama dalam sejarah Dirjen Pajak mengundurkan diri, petugas juru sita DJP tewas saat menunaikan tugas, banyak produk yang harus kami “jual” dari e-filing, e-billing, revaluasi aktiva tetap, sampai yang tidak kalah fenomenal dan menyita perhatian, Amnesti Pajak. 

 

Pengalaman paling menantang?

Amnesti Pajak. Pelaksanaannya murni inhouse program. Saya sampai harus mengumpulkan semua pegawai pajak yang kreatif yang bisa membuat desain, menciptakan jingle, membuat story board, logo, sampai akhirnya lahir slogan Ungkap, Tebus, Lega.

Kami lembur tiap malam untuk menyusun strategi suatu program yang hanya akan berlangsung selama sembilan bulan. Undang-undangnya baru ditetapkan, tapi kami harus langsung jalan. Padahal waktu itu kita juga masih belajar. Kalau bukan karena cinta, sulit rasanya program ini bisa berhasil. Saya juga menguatkan teman-teman dengan selalu memberi motivasi bahwa negara membutuhkan kita. 

Untuk membuka kanal komunikasi, kami merangkul P2Humas yang tersebar di 33 kanwil DJP di seluruh Indonesia sebagai buzzer, komunitas blogger di kalangan pegawai DJP, bahkan hingga masuk ke komunitas sosialita dan perkawinan campuran. Anggota mereka umumnya istri dari pengusaha. (Ani bersuamikan pria berkewarganegaraan Amerika Serikat)

 

Bagaimana cara Anda merangkul baik tim P2Humas maupun internal DJP? 

Langkah pertama, saya petakan masalah. Paradoks pertama, kepatuhan membayar pajak masih rendah. Padahal negara butuh dana karena mau take off (membangun). Paradoks kedua, semua orang ingin membayar serendah-rendahnya, tapi mendapat manfaat sebesar-besarnya. Dari dua tantangan yang luar biasa ini, dibutuhkan orang dengan passion luar biasa terhadap PR dan DJP. Lainnya, sebagian besar pegawai DJP berusia di bawah 40 tahun, termasuk di P2Humas. Untuk itu, saya membangun komunikasi tak berjarak. Saya branding-kan diri saya sebagai kakak supaya mereka tidak merasa jauh dengan saya.

Sementara untuk merangkul internal DJP, kami buat program yang memotivasi sehingga mereka bangga sebagai pegawai DJP, dapat bekerja  hingga level maksimum, dan bahagia melaksanakan tugasnya. Upaya ini bukan perkara gampang. Sebab, misi kami harus bisa diterima di kalangan internal yang umumnya secara intelektual pintar dan kritis. 

 

Jadi, seorang PR harus memiliki karakter seperti apa?

Dia haruslah orang yang mudah berteman, memiliki social skill dan kemampuan berkomunikasi yang baik, serta berpikir positif. Kalau tidak, dia bisa langsung drop setiap kali berhadapan dengan krisis. (rtn)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI