Wijaya Laksana, Pupuk Indonesia: Membangun Reputasi dengan “Diplomasi Rengginang”
PRINDONESIA.CO | Rabu, 27/03/2019 | 5.740
Wijaya Laksana, Pupuk Indonesia: Membangun Reputasi dengan “Diplomasi Rengginang”
“To be able to establish and manage a relation well, we must have the ability to understand and face stakeholders from various backgrounds and character,” said Jay.
Dok. PR INDONESIA/ Roni

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kepada Ratna Kartika dan Mellisa Indah Purnamasari dari PR INDONESIA yang menemuinya lepas magrib di Kantor Pupuk Kaltim, Jakarta, Senin, (22/10/2018), ia bercerita tentang suka dukanya bersama tim membangun relasi, reputasi, hingga corporate branding. Berikut penuturannya.

Seperti apa latar belakang karier Anda?

Sebelumnya, saya lama berkarier di Pupuk Kaltim, tepatnya sejak 2003. Jabatan saya terakhir ketika itu sebagai Kepala Kantor Pupuk Kaltim di Jakarta. Selama di Pupuk Kaltim, saya lebih sering membidangi bagian humas. Pernah juga ditempatkan di bagian Litbang. Saya diminta untuk bergabung di Pupuk Indonesia sejak 2015 sebagai manajer humas, hingga sekarang sebagai kepala Corporate Communication (Corcomm).

Ketika Anda diminta bergabung, berarti perusahaan sudah menganggap fungsi PR itu penting?

Alasan yang melatarbelakangi direksi memerlukan organisasi humas yang lebih baik, salah satunya karena banyaknya mispersepsi tentang industri pupuk di masyarakat, terutama media.

Hal pertama apa yang dilakukan ketika itu?

Prioritas utama kami adalah mendekati stakeholder. Memperkenalkan kepada mereka bahwa ada perusahaan yang namanya PIHC. Selama ini, kan, publik lebih banyak mengenal anak-anak perusahaan kami ketimbang PIHC itu sendiri. Hal ini bisa dimaklumi, karena PIHC sendiri baru resmi menjadi investment and strategic holding dengan nama PT Pupuk Indonesia (Persero), atau dikenal dengan PIHC, per tanggal 3 April 2012. Setelah selama lebih dari lima dekade dikenal dengan nama PT Pupuk Sriwidjaya atau Pusri.

Untuk media di tingkat nasional, pendekatan apa yang Anda dan tim lakukan?

Pendekatan ke forum atau komunitas media. Kami menamakannya, Diplomasi Rengginang, he-he.

Apa maksudnya?

Banyak humas yang melakukan program media gathering dalam rangka membangun relasi atau kedekatan dengan rekan-rekan media. Kami berpikir perlu pendekatan lain daripada yang lain. Hingga pada suatu perjalanan dari Bandung menuju Jakarta, kami mampir ke toko oleh-oleh yang menjual rengginang. Kami beli dalam jumlah besar untuk kemudian dibawa ke press room Kementerian BUMN. Dalam benak kami, wartawan pasti butuh camilan di tengah kesibukannya menulis berita.

Dengan semakin strategisnya keberadaan humas, seperti apa perkembangan struktur organisasi Corcomm saat ini?

Kami awalnya hanya tiga orang. Sekarang total tim di Corcomm, termasuk saya, ada sebelas orang. Pengembangan struktur organisasi diawali dari pendekatan stakeholder mapping. Saat ini Divisi Corcomm terdiri dari External Communication and Media dan Internal Communication and Support. Komunikasi eksternal media meliputi relasi dengan pemerintah sampai media. Jadi, selain dengan media, kami juga membuka jaringan dan membangun kedekatan dengan Kementerian BUMN, Perindustrian, dan lain sebagainya. Sementara komunikasi internal meliputi internal karyawan dan pendukungnya, seperti media sosial.

Selain membangun relasi dengan stakeholders, apalagi yang menjadi perhatian Anda?

Melakukan aktivasi dan penyiapan akun media sosial baik di PIHC maupun anak-anak perusahaan. Pada saat saya bergabung, perusahaan sudah punya akun resmi di media sosial, tapi belum digarap dan dikelola secara serius. Saya melihat ada faktor keengganan. Mereka masih alergi dengan komentar-komentar negatif warganet. Sebab, salah ketik sedikit saja bisa dihujat.

Sebenarnya digital dan media sosial hanyalah salah satu wadah untuk menyalurkan informasi. Yang mendasari saya agar perusahaan mengaktifkan media sosial lebih karena target utama saya ketika menerima jabatan ini adalah memfamiliarkan isu-isu pupuk kepada masyarakat supaya perusahaan mendapat dukungan publik ketika menghadapi suatu masalah. 

Pasti tidak mudah mengubah kultur. Bagaimana strateginya?

Berat, memang. Tadinya, kami ini dikenal sebagai industrialis yang sangat bangga dengan kondisi pabrik yang memiliki kapasitas produksi besar dan serba berteknologi tinggi. Perubahan era membuat kami belajar untuk pelan-pelan menggeser cara berkomunikasi untuk tidak semata-mata menonjolkan kehebatan pabrik, tapi lebih kepada manfaat yang bisa kami berikan untuk masyarakat.

Lalu, bagaimana Anda dan tim membangun relasi di kalangan internal?

Terus terang, setelah melihat adanya pergeseran minat dan cara membaca masyarakat saat ini, kami masih  mempertimbangkan untuk memproduksi majalah internal. Untuk saat ini, caranya masih menggunakan media sosial, menggandeng IT untuk memunculkan pesan-pesan perusahaan di layar laptop atau komputer yang digunakan seluruh karyawan PIHC, serta mengadakan town hall meeting sebanyak minimal dua kali dalam setahun.

Ketika krisis, apa yang dilakukan?

Yang pasti, ketika berhadapan dengan krisis, hal pertama yang harus dilakukan adalah terbuka kepada media. Terbuka dalam arti, ketika mereka mau bertanya, mereka tahu harus menghubungi siapa, kita mudah dihubungi dan cepat merespons. Berdasarkan pengalaman anak-anak perusahaan kami, ada faktor yang paling membantu kita pada saat mengatasi krisis. Yakni, ketika sudah terjalin hubungan yang baik antara kita dengan semua stakeholder. Selain, tentu saja, dengan adanya mitigasi dan SOP. Di sinilah menariknya PR. Untuk dapat menjalin dan mengelola relasi dengan baik, kami harus memiliki kemampuan menyelami dan menghadapi stakeholder dari berbagai latar belakang dan karakter.

Menurut Anda, kompetensi apa yang harus dimiliki PR saat ini? Yang pertama, kemampuan menulis. Kalaupun tidak bisa, yang penting dia tahu caranya mengarahkan agar orang lain yang memiliki kemampuan menulis mampu menghasilkan tulisan sesuai pesan yang ingin kita sampaikan. Kedua, technology/digital savvy. Ketiga, team work. Buat saya, slogan humas, ya, kerja tim. Kerja tim dalam arti sempit bekerja bersama-sama. Dalam arti luas, bahu membahu bersama stakeholders memecahkan isu.

Apa hobi Anda?

Basket, main gitar, dan mendengarkan musik. Saya senang mendengarkan musik britpop seperti Oasis dan teman-temannya.

Mimpi yang belum tercapai?

Dosen. Saya ingin sekali mengajar, menularkan ilmu, dan berbagi pengalaman selama menjalankan karier sebagai PR.

Apakah PR sudah merupakan passion Anda sejak lama?

Enggak juga. Tapi, saya merasa tanpa sadar perjalanan hidup saya sudah mengarah ke sana. Saya dari SD suka menggambar sehingga cukup memiliki kepekaan terhadap desain. Tiap kali menjadi pengurus OSIS selalu kebagian tugas mengelola mading. Kemampuan menulis saya makin terasah saat saya menjadi penyiar sekaligus reporter, dan terakhir sebagai news director di stasiun radio. Ketika kuliah, saya diterima di Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. (rtn)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
image profile
canis
Just Another Me Around the World.
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI